TIMESINDONESIA, JAKARTA – Kecerdasan buatan (AI) kian hari kian canggih. AI semakin mempengaruhi berbagai aspek kehidupan manusia. Salah satu kemajuan terbaru dalam bidang ini adalah pengembangan model AI yang mampu menerjemahkan pikiran menjadi teks kata-kata tertulis.
Dilansir TIMES Indonesia dari IFL Science, metode non-invasif dalam teknologi ini menjadikannya lompatan nyata dibandingkan dengan metode yang pernah ada sebelumnya.
Model AI Baru Dikembangkan di University of Texas
Model AI ini dikembangkan oleh para peneliti di University of Texas di Austin, Amerika Serikat. Sebelumnya, metode serupa hanya mampu menerjemahkan kata tunggal atau kalimat pendek. Namun, model AI yang baru ini mampu memecahkan kode bahasa yang lebih kompleks.
Alex Huth, asisten profesor Ilmu Saraf dan Ilmu Komputer di University of Texas, menjelaskan, teknologi ini menggunakan model dekoder semantik yang dilatih berjam-jam pada data yang diperoleh dari individu ketika mendengarkan podcast.
“Penelitian ini menunjukkan hasil yang mengagumkan, ini akan menjadi sejarah baru ilmu teknologi kedokteran,” ujar Huth.
Proses Pengumpulan Data
Untuk mengumpulkan data yang diperlukan, para peneliti meminta partisipan mendengarkan podcast sambil otak mereka dipindai menggunakan teknologi MRI. Data yang diperoleh dari pemindaian otak ini kemudian dikombinasikan dengan model AI yang telah dilatih untuk membaca dan memahami data tersebut.
“Setelah ada persetujuan peserta, AI akan menerjemahkan pikiran itu ke dalam sebuah cerita, dalam bentuk teks,” ujarnya.
Hasil Terjemahan dan Potensi Aplikasi
Meskipun hasil terjemahan tidak selalu kata per kata, inti isi pikiran dari peserta dapat ditangkap dengan baik oleh AI. Melalui pelatihan ekstensif, AI ini dapat menghasilkan teks yang baik dan bahkan kadang-kadang tepat.
Teknologi ini diharapkan dapat membantu pasien yang kesulitan berbicara secara fisik. Seperti penderita stroke, atau pasien yang menderita gangguan saraf yang menyebabkan kesulitan dalam berkomunikasi.
Kekhawatiran dan Tanggung Jawab Etika
Namun, ada pula kekhawatiran mengenai penyalahgunaan teknologi AI ini untuk tujuan yang buruk, seperti melanggar privasi atau penggunaan data untuk kepentingan yang tidak etis.
Jerry Tang, pemimpin studi dan mahasiswa doktoral, mengatakan bahwa pihaknya sangat serius dalam mengatasi kekhawatiran ini dan ingin memastikan bahwa teknologi hanya digunakan ketika dibutuhkan serta benar-benar membantu mereka yang memerlukannya.
Tang menegaskan pentingnya menjaga privasi dan keamanan data, serta penggunaan teknologi ini secara etis.
Bantu Pasien Stroke dan Tak Bisa Bicara
Founder Akademi AI Indonesia (AAI) Khoirul Anwar, menyampaikan, dengan kemajuan teknologi AI yang semakin canggih dan tidak invasif, diharapkan dapat memberikan manfaat yang signifikan.
“Apapun jenis risetnya, tentu akan sangat bermanfaat bagi manusia. Misalnya, untuk model AI, sangat bermanfaat bagi pasien yang kesulitan berbicara serta membuka peluang pengembangan teknologi lain yang lebih inovatif,” katanya.
Selain membantu pasien yang kesulitan berbicara, teknologi ini juga memiliki potensi untuk digunakan dalam berbagai aplikasi lain. Seperti sistem komunikasi alternatif bagi orang-orang yang mengalami hambatan berbicara atau pendengaran. Ini sebagai alat bantu dalam psikoterapi untuk memahami pikiran dan perasaan pasien yang kesulitan mengungkapkannya secara verbal.
Namun, Anwar menekankan bahwa seiring dengan kemajuan teknologi ini, tanggung jawab etika dan keamanan harus tetap menjadi prioritas utama. “Penggunaan teknologi AI dalam konteks ini harus diatur oleh pedoman yang jelas dan etis. Juga melibatkan kerjasama antara pakar teknologi, ahli saraf, dan praktisi medis,” tandasnya.
Dengan menjaga keseimbangan antara inovasi dan tanggung jawab etika, kata dia, teknologi baru AI yang mampu terjemahkan pikiran menjadi teks seperti ini dapat membawa manfaat yang luar biasa bagi masyarakat dan meningkatkan kualitas hidup banyak orang. (*)
Sumber dari : timesindonesia.co.id 3 Mei 2023