Jakarta – Beberapa prodi dan jurusan di Politeknik Keuangan Negara (PKN) STAN resmi dihapus. Seperti apa pembaruan dari PKN STAN ini dan bagaimana kurikulum yang berlaku?
PKN STAN tidak lagi menawarkan jurusan bea cukai dan pajak. Pembaruan ini merupakan hasil dari diskusi berbagai pihak, sehingga pada akhirnya PKN STAN memutuskan untuk menghapus beberapa jurusan.
Sebelumnya, PKN STAN memiliki Jurusan Kepabeanan dan Cukai yang terdiri dari dua prodi, yaitu prodi D3 dan D1 Kepabeanan dan Cukai. Kemudian ada juga prodi D3 pajak. Calon mahasiswa baru tidak lagi bisa memilih jurusan ini.
Detikedu berkesempatan melakukan wawancara khusus dengan Direktur PKN STAN Rahmadi Murwanto, Senin (25/7) lalu. Berikut hasil selengkapnya:
PKN STAN memutuskan menghapus sejumlah prodi D1-D3 seperti misalnya Bea Cukai dan Pajak. Bagaimana proses dan pertimbangan munculnya kebijakan tersebut?
Di masa sebelumnya PKN STAN menerima untuk mahasiswa D1 dan D3. Prodinya itu mengarah pada kebutuhan unit eselon 1, misalnya prodi pajak untuk Direktorat Jenderal Pajak (DJP), bea cukai untuk Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC), dan ada beberapa juga prodi yang dari awal tidak untuk kebutuhan eselon 1. Ini PKN STAN di masa lalu.
Menteri Keuangan melihat tren ini dan mengatakan terlalu banyak SDM yang dihasilkan, padahal negara sudah banyak belanja untuk sistem IT. Karena memang dilihat dari PKN STAN itu penerimaannya terus bertambah, kalau dilihat itu puncaknya tahun 2017, kami menerima hampir 7.000 mahasiswa dan ini dipertanyakan. Kalau IT ini dikembangkan mestinya kebutuhan SDM stagnan atau berkurang.
Dari COVID-19 dilihat dari sisi Kementerian Keuangan, ternyata kita sudah kelebihan pegawai terutama di level yang sifatnya teknis. Tahun 2019 kita tidak melakukan penerimaan karena waktu itu begitu work from home langsung kelihatan.
Kita juga melihat IT di Perbendaharaan sudah mature sampai ke kementerian lembaga. Pajak sebentar lagi ada Core Tax (system). Sementara kalau kita hasilkan lulusan misalnya D3 itu kan akan dipakai 3 tahun lagi. Kita khawatir begitu ditempatkan ternyata tidak dipakai karena berlebih. Walaupun di internal ada juga perdebatan lebih kurang tadi.
Kita tidak bisa begini. Dengan diorkestrasi Pak Wamen,kita lihat betul terutama dari issue kita mau menghasilkan SDM kelola keuangan negara seperti apa. Dari diskusi panjang dengan berbagai pihak karena masa depan itu berbasis IT kebutuhan tenaga terampil juga masih dibutuhkan namun mungkin tidak begitu banyak karena sekarang banyak yang diotomasi, misalnya NPWP sudah diotomasi. Tinggal butuh satu orang untuk dipencet-pencet selesai semua. Jadi diputuskan PKN STAN harus berubah.
Di sisi lain, PKN STAN mendapat permintaan banyak dari kementerian lain selain Kemenkeu, lembaga negara dan pemda. Di masa lalu karena kelebihan itu sudah mulai kelihatan maka sebagian lulusan kami ke sana. Sekaligus kita berharap keuangan negara ini ga akan bagus kalau SDMnya ga dedicated kita siapkan ke sana. Kami lihat lulusan kami begitu disebarkan ke K/L lain ada banyak perbaikan soal pengelolaan keuangan.
Tapi kita merasa kalau D1 jadi tenaga yang di bawah ya nggak nendang juga. Kurang kuat juga. Kita butuh yang di tengah yang punya kemampuan melakukan perubahan. Levelnya bukan lagi terampil tapi ahli atau selevel Diploma 4.
Dengan berbagai pemikiran tadi terutama di internal Kemenkeu kita merasa, kita tidak bisa nih hanya D1 atau D3. Kita harus naik kelas ke D4 bahkan kita sedang memikirkan S2 untuk pejabat-pejabat di bidang keuangan. Kita memutuskan apa ya sama dengan sekarang.
Issue lain, karena kita bentuk tenaga terampil dan keahliannya spesifik ketika kita bicara Kemenkeu mungkin di masa lalu kalau dia hanya terampil saja tenaga teknis tidak ada masalah. Tapi begitu kita bicara naik ke atas, ketika mereka menjadi level pelaksana yang mikir. Ternyata teman-teman di DJP harus paham juga kebijakan APBN, kepabeanan dan cukai.
Begitu juga sebaliknya. Itu berarti pengetahuan mereka harus komprehensif. Di mana pun mereka berada, mereka harus tahu paling tidak sesama Kemenkeu itu seperti apa.
Akhirnya diputuskan tidak bisa kita melihat prodi-prodi yang sekarang ini seperti ini. Kita rombak. Kita juga menyederhanakan. karena dulu di bawah direktur ada kepala jurusan dan kaprodi. Kita buang kepala jurusan.
Lalu prodi-prodinya dilihat lagi. Karena perlunya komprehensif, akhirnya kita turun ke keilmuannya. Ilmu apa nih yang penting. Pohon ilmu apa di keuangan negara yang penting. Akhirnya ketemu tiga, akuntansi sektor publik, manajemen keuangan negara, dan manajemen aset publik.
Manajemen aset publik ini baru karena kita merasa keuangan negara itu fokus di uang. Padahal kita punya aset yang luar biasa belum bisa kita manfaatkan dengan baik. Jadi kita punya prodi masa depan.
Di dalamnya mereka akan siap untuk ditempatkan di unit apapun di Kementerian Keuangan, kementerian lain, dan pemda. Karena basic-nya kita siapkan dan mereka fleksibel bisa ke mana-mana. Kita harapkan mereka masuk bisa dapatkan tugas lalu promosi menjadi pimpinan di level bawah dan membawa perubahan.
Semua pemikiran tadi perubahan teknologi, kebutuhan yang sifatnya lebih advance ada satu poin penting lagi yang tidak dipahami. Proses seleksi kami menghasilkan mahasiswa yang termasuk terbaik di Indonesia.
Mereka seharusnya jadi aset bangsa yang diberikan kesempatan besar untuk berkembang. Di masa lalu mereka masuk D1 atau D3. Padahal di PTN bisa dapat jurusan teknik atau kedokteran, kita merasa sayang anak-anak bagus itu kita hanya kasih D1 dan nanti kariernya bakalan terlambat.
Pemikiran kita kalau kita dapat anak yang bagus, kita kasih ilmu yang lengkap dan bagus supaya mereka bisa memberikan kontribusi yang besar pada bangsa dan negara. Maka visi kami diharapkan lulusan kami jadi pemimpin atau agen perubahan. Siap melakukan perbaikan di bidang keuangan negara.
Kemudian jurusan-jurusan di masa lalu yang favorit. Wah saya pengen masuk D1 ini atau D3 ini jadi hilang. Dalam konteks seperti itu kita ingin memberitahukan hilang sih tidak, tapi berada dalam satu prodi baru yang dari awal.
Harapan kita begitu mereka masuk PKN STAN mereka harapannya mengabdi sebagai aparatur sipil negara di mana pun untuk kepentingan negara.
Jadi mata kuliah untuk program D1 dan D3 dilebur ke dalam prodi D4?
Kelemahan dari lulusan kami adalah mereka kurang berpikir komprehensif karena kemampuan teknisnya lebih mendalam. Kita self critic di masa lalu. Misalnya basic ilmu ekonominya kurang kuat, di masa lalu juga ada kritik kok peraturannya rumit dan sebagainya. Kita mau perkuat kemampuan berpikir secara hukum supaya sistematis.
Kita juga berharap di depan karena issue kita dalam mengambil kebijakan berbasis data, kita perkuat kemampuan melakukan analisis data. Bukan kemampuan teknis tidak penting, penting juga. Tapi ada yang lebih mendasar lagi yang kita lengkapi ke mereka. Terutama penting lagi karakter. PNS itu ya nomor satu adalah melayani.
Tidak bisa mereka PNS lalu merasa jadi ambtenaar yang merasa dihormati. Semua yang PKN STAN hasilkan adalah yang melayani. Makanya selama di kampus kami arahkan kegiatan ekstrakurikuler membantu UMKM supaya dapat kredit. Kita ingin mereka punya sense melayani dengan cara terjun ke masyarakat.
Itu sebabnya asrama hanya satu tahun saja supaya mereka juga bisa merasakan situasi dinamika denyut masyarakat. Namun harus diakui membangun mereka yang berintegritas. Mayoritas mungkin berintegritas, tapi kalau ada sedikit saja yang salah motivasi tadi itu kan dampaknya luar biasa. Itu yang dari awal kita coba pastikan. Anda niatnya lurus nggak masuk sini. Jangan nanti perilakunya negatif dan tidak bermanfaat.
Begitu misalnya dipindah ke tempat lain jadi marah dan kecewa. Sudah lupa waktu sekolah dibiayai negara. Kalau untuk kepentingan negara siap ditempatkan di mana pun.
Pembenahan tersebut ada kaitannya dengan sejumlah kasus hukum yang menimpa pegawai di dua instansi (DJP dan BC)?
Kalau berkaitan langsung tidak. Waktu kita memutuskan ini ada megatrend yang mengatakan PKN STAN kalau masih begini lulusannya usang. Itu issue pertama. Lalu dalam prosesnya kami memang mendalami masalah karakter itu lengkap.
Bahan-bahan itu lengkap dari Biro SDM, Itjen, dan sebagainya masuk ke kami. Cerita tentang perilaku yang positif dan negatif. Itu kita lihat. Makanya saya katakan secara tidak langsung mungkin iya. Karena ada mereka yang berperilaku menyimpang.
Dengan dihapusnya beberapa jurusan ini, apakah ada kekecewaan dari calon mahasiswa baru?
Sulit untuk kami ukur karena kami juga melakukan perubahan besar pada proses seleksi. Kami akhirnya putuskan pakai UTBK, ada batas minimal nilai. Selama 2 tahun terakhir hampir 40 ribu yang mendaftar.
Sebelumnya, saat kami pakai sistem tes sendiri, ada 130 ribu pendaftar. Adanya penurunan ini karena itu (hilangnya beberapa jurusan) atau karena sistem tesnya, kami tidak bisa memastikan. Tapi yang pasti kami bisa mendapatkan orang-orang yang lebih pas.
Kita kan mengadakan tes yang namanya unsur lucky ya bisa saja. Apalagi kamu bukan LTMPT yang pengalamannya luar biasa. Kedua, kami juga bersyukur ada SKD. SKD itu saringan kedua yang kami lulus di atas 90 persen. Jadi kalau mereka sekadar lulus (saringan pertama) mereka harus terbaik juga di SKD. Harapannya kami dapat orang yang memang “tidak beruntung”.
Motivasi yang salah itu menimbulkan kepusingan tersendiri di kami. Karena mereka melakukan berbagai cara. Ada yang namanya perjokian. Bahkan di masa lalu mereka (peserta tes) menyelundupkan alat-alat di mohon maaf ya di bagian paling rahasia di tubuhnya. Masak sih kita ingin dari awal punggawa keuangan negara caranya curang.
Kecurangan itu karena ada motivasi yang salah. Terus terang saja kami lihat jangan-jangan mereka mati-matian dan sampai menghabiskan uang ratusan juta. Kita suka dapat surat keluhan dari orang tua, saya sudah bayar puluhan juta di bimbel ini terus kok nggak masuk. Nah kita bingung juga.
Sebelum adanya pembaruan, apa saja jurusan paling favorit di PKN STAN?
Di masa lalu berdasarkan data, (jurusan favorit) pajak, bea cukai, berikutnya akuntansi, kemudian perbendaharaan negara, jurusan penilai ada di tengah, peminatnya agak sedikit.
Begitu sekarang yang baru, kita relatif tidak melihat itu. Dua jurusan Manajemen Aset Publik ini masih baru, jadi jumlah (peminat) yang kita terima masih sedikit.
Bagi mereka netral saja apa yang disukai. Kalau saya suka hitung-hitungan pilih akuntansi. Kalau kurang suka pilih manajemen keuangan. Sekarang jadi lebih merata.
Bagaimana dengan sistem penempatan kerja?
Untuk penempatan, pertama kita akan membicarakan konsentrasi, misalnya jurusan penerimaan negara bisa menjadi fungsi layanan non pemeriksaan pajak dan bea cukai, penerimaan negara.
Penerimaan misal pajak dan bea cukai bisa juga di daerah. Bisa Dispenda. Kita siapkan juga.
Kemudian dia nanti ditempatkan di DJP, DJPBC, atau Pemda Kriteria ini dibangun oleh Biro SDM, pakai sistem mesin. Kami pantau mereka dari sisi akademik kekuatan dan kelemahannya. Kemudian non akademik. Apakah mereka pernah melakukan kecurangan atau apa nanti semua itu dimasukkan sistem.
Melihat track record setiap mahasiswa. Misalnya cocok masuk bea cukai karena anak ini fisik kuat, tinggi badan sesuai, karakter kuat. Lalu berintegritas tinggi dibandingkan mereka yang diam-diam saja. Lain lagi misalnya mereka pernah curang atau kabur dari asrama, ya mereka jangan ditaruh di tempat yang godaannya besar.
Saya selalu katakan pada mahasiswa saya, Anda itu akan ditempatkan sesuai karakteristik Anda. Jangan dari awal bilang saya paling cocok di sini. Mereka kan tidak tahu dunia kerja seperti apa. Dengan demikian niat dan motivasi mereka lebih tulus dan murni. Di mana pun saya berada saya akan memberikan yang terbaik.
Jadi selama 4 tahun mereka akan dinilai, termasuk dengan asesmen psikotes?
Psikotes dan wawancara itu sebenarnya asesmen. Naik di tingkat tiga mereka akan diasesmen lagi. Sebelum lulus pun diasesmen lagi. Karakternya cocok ga nih. Misalnya bea cukai butuh orang yang lebih tegas. Pajak butuh orang yang bisa melayani tanpa membuat marah. Data-data ini kita dapatkan dari Biro SDM.
Termasuk kalau ada laporan dari masyarakat tentang mahasiswa, kami teliti. Kalau dirasa kelewatan yang dikeluarkan. Ditempatkan untuk urus keuangan negara ngga akan benar.
Kita juga punya unit pembangunan karakter. Data mereka itu lengkap. Kita juga kumpulkan apa yang mereka lakukan di medsos terutama yang negatif. Hasil tes mereka selama ini juga ada di situ. Mereka bisa tahu data-data tersebut tapi tidak bisa mengubah.
Apakah ada perubahan dalam kurikulum yang diterapkan?
Luar biasa kurikulumnya. Tahun pertama, (mahasiswa) dapat materi dasar yang sama yakni akuntansi, hukum, dasar pengelolaan keuangan negara, dasar statistik data analitik dan ilmu ekonomi.
Kemudian pada tingkat dua ada prodi dengan mata kuliah ada yang sama ada yang berbeda. Dan tingkat 3 mulai ada konsentrasi. Sampai tingkat 4, nantinya setiap tahun ada mata kuliah yang sama.
Kita ingin mereka punya darah yang sama, visi misi yang sama yakni mengelola keuangan negara.
Beberapa waktu lalu PKN STAN sempat diramaikan dengan DO mahasiswa. Mengapa ada yang kena DO, padahal seleksi masuk sangat ketat dengan standar tinggi?
Pertama, seleksi sebagus apapun bisa mendapat mahasiswa yang sekadar beruntung bisa masuk atau curang. Di sistem kami kecuali afirmasi kami tidak jaga atau dampingi.
Kedua yang paling banyak saya temui karena sebagian besar saya wawancara yakni masalah motivasi. Orang tuanya ngebet anaknya masuk STAN supaya bisa kerja di unit tertentu dengan persepsi tadi, tapi anaknya tak mau.
Jangan salah, anak-anak kita ini banyak yang lebih berintegritas daripada orang tuanya. Saya sedihnya mereka sering menggagalkan diri di tahun-tahun akhir. Tahun pertama masih ngga enak sama orang tuanya. Begitu tahun ketiga saat orang tuanya tidak begitu perhatikan tahu-tahu DO di semester 6.
Faktor ketiga tapi ga begitu banyak. Anak-anak ini pintar, rangking 1 di SMA, tapi begitu masuk STAN rankingnya jadi ratusan. Karena dia bertemu anak yang lebih pintar lagi. Orang ini cenderung depresi dan merasa tak pintar.
Kayaknya yang kita terima mulai tahun lalu karena sudah ada tes wawancara, mahasiswa yang karena faktor motivasi ini bisa kita hilangkan
Sumber dari : detik.com 28 Juli 2022