Tokyo, 25 Juli 2022 — Indonesia dan Jepang memiliki kesamaan dalam hal kebencanaan, mulai dari topologi negara kepulauan hingga jenis bencana yang kerap dialami. Kesamaan tersebut mendorong Duta Besar Republik Indonesia untuk Jepang dan Federasi Mikronesia, Heri Akhmadi, menjalankan misinya dalam menguatkan kerja sama dalam pendidikan dan riset untuk mitigasi dan penanggulangan bencana antara Indonesia dan Jepang.
Pada kunjungan kerjanya ke Tohoku University, Miyagi, Jepang, Senin (25/7), Dubes Heri membandingkan kasus kejadian gempa bumi dengan skala yang kurang lebih sama di Indonesia dan Jepang, dan memperlihatkan fakta bahwa korban lebih banyak di Indonesia. Kuliah umum dengan tema “Indonesia – Japan: Disaster Management Cooperation” ini dihadiri oleh 50 mahasiswa Indonesia yang sedang belajar di universitas tersebut.
“Salah satu penyebab tingginya jumlah korban dari bencana yang terjadi di Indonesia adalah bahwa kita belum memiliki sistem peringatan dini atau early warning system seperti Jepang. Jadi, saya ingin agar IRIDes dapat bekerja sama melakukan riset dengan lembaga di Indonesia yang mampu menghasilkan teknologi early warning system yang dapat diproduksi secara massal dan murah,” ucap Dubes Heri.
Kunjungan kerja Dubes Heri ke Tohoku University merupakan implementasi dari Program Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Tokyo, yaitu Ambassador Goes to Campus yang ditargetkan dilakukan untuk sebelas perguruan tinggi terbaik di Jepang berdasarkan Pemeringkatan 300 QS Tahun 2022. Quacquarelli Symonds (QS), suatu publikasi pemeringkatan perguruan tinggi yan terbit secara tahunan. Saat ini, Tohoku University menempati peringkat pertama di Jepang berdasarkan Times Higher Education 2022.
Dalam kesempatan tersebut, Rektor Tohoku University Hideo Ohno menerima Dubes Heri Akhmadi dan delegasi KBRI Tokyo, serta berdiskusi dengan tentang ilmu pengetahuan kebencanaan. Rektor Hideo yang didampingi Wakil Rektor Bidang Kerja sama Internasional Toshiya Ueki, memaparkan beberapa temuan fenomenal peneliti Tohoku University seperti antena, harddisk drive, dan lain-lain.
Rektor Hideo juga menjelaskan beberapa bidang yang menjadi fokus pengembangan dan kekuatan Tohoku University, yakni material science (bidang ilmu interdisipliner yang meliputi perancangan dan penemuan material-material baru, terutama bahan padat), next generation medicine (pengobatan masa depan), spintronics (ilmu yang memelajari putaran intrinsik elektron dan momen magnetik yang terasosiasi dengannya), dan disaster science (ilmu pengetahuan tentang kebencanaan).
Menurut Dubes Heri, fokus pengembangan Tohoku University bidang kesehatan tersebut sangat sesuai dengan kebijakan pemerintah RI yang dijalankan oleh KBRI Tokyo. “Pidato Presiden Jokowi pada pertemuan virtual Global Covid-19 Summit yang digelar di Washington DC, Amerika Serikat, 12 Mei 2022 lalu, jelas mendorong semua negara untuk bekerja sama mengatasi pandemi serta membangun arsitektur kesehatan dan kesiapsiagaan dunia yang lebih kuat. Sementara pengembangan spintronics bagi Indonesia dapat membantu ketertinggalan dalam penemuan dan produksi cip mikro,” jelas Dubes Heri.
Selain memberikan kuliah umum, Dubes Heri juga menggelar diskusi dengan Direktur International Research Institute of Disaster Science (IRIDeS) Fumihiko Imamura beserta tiga peneliti Jepang yang memiliki pengalaman riset bencana di Indonesia dan Jepang, yakni Jun Mitarai, Anawat Suppasri dan Penmellen Sebastian Boret.
Dubes Heri menuturkan, kerja sama triple helix, atau konsep kolaborasi dan sinergi antara pemerintah, pendidikan tinggi, dan industri, merupakan kunci keberhasilan. “Di samping itu, peningkatan kapasitas sumberdaya manusia dalam mitigasi dan penanggulangan bencana sangat diperlukan. Jadi butuh kerja sama pendidikan dengan kurikulum yang dirancang khusus alias tailormade,” terang Heri dalam diskusinya dengan Direktur IRIDeS.
Pada pertemuan itu Dubes Heri Akhmadi menegaskan pentingnya kerja sama Indonesia Jepang dalam mitigasi dan penanggulangan bencana alam mengingat kedua negara memiliki kesamaan bencana alam, seperti gempa bumi, letusan gunung berapi, dan tsunami. “Indonesia juga memerlukan lebih banyak ahli antropologi sehingga dapat membantu pemulihan masyarakat terdampak bencana dengan baik,” ucap Heri.
Atase Pendidikan dan Kebudayaan (Atdikbud) Republik Indonesia di Tokyo, Yusli Wardiatno, bersama Atase Kehutanan Muhammad Zahrul Muttaqin dan Atase Keuangan Sonny Surachman Ramli yang turut hadir dalam kesempatan ini, menjelaskan transformasi pendidikan Indonesia yang tengah digerakkan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), yaitu Merdeka Belajar Kampus Merdeka. Pihak IRIDeS mengaku sangat antusias terhadap kebijakan-kebijakan Kemendikbudristek.
Secara khusus, Direktur Fumihiko dan Peneliti Jun tertarik dengan model pertukaran pelajar melalui skema Indonesian International Student Mobility Awards (IISMA) dan menyampaikan kesiapannya untuk menjadi mitra Kemdikbudristek. Selain itu, Atdikbud Yusli juga berkomitmen untuk membantu kelancaran riset mereka melalui program Science and Technology Research Partnership for Sustainable Development (SATREPS), yang merupakan program pemerintah Jepang yang mempromosikan penelitian bersama internasional yang bertujuan untuk mengatasi masalah global dan mengarah pada hasil penelitian yang bermanfaat praktis bagi masyarakat lokal dan global. Program ini di Indonesia bekerja sama dengan beberapa institusi, seperti: Institut Teknologi Bandung, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Universitas Syiah Kuala, Universitas Gadjah Mada, Badan Riset dan Inovasi Nasional, dan Universitas Indonesia.*** (Atdikbud Tokyo/ Lydia Agustina/ Aline Rogeleonick/ Seno Hartono)
Sumber dari : kemdikbud.go.id 28 Juli