Makna Tersembunyi dari Surat Al Insyirah

Ketua PWM Jatim M Saad Ibrahim ketika menyampaikan Tafsir Surat Al-Insyirah (Sugiran/PWMU.CO)

PWMU.CO – Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Timur, Dr M Saad Ibrahim MA mengupas tafsir Surat al-Insyirah dalam sambutannya di Kajian Ramadhan 1443 PWM Jatim bertema Teologi Insyirah. Acara diselenggarakan di at-Tauhid Tower Universitas Muhammadiyah Surabaya (UMSurabaya), Ahad (3/4/2022).

Saad mengantarkan kajian ini dengan memberikan pemahaman awal terhadap surat al-Insyirah berpedoman pada beberapa kitab tafsir, di antarnya yaitu Tafsir at-Thabari.

Saad menjelaskan, Surat al-Insyirah adalah surat ke-94 dan termasuk surat Makiah, yang diturunkan di kota Mekah sebelum hijrahnya Nabi Muhammad.

Sebelum menjelaskan tentang tafsir surat tersebut, Saad memberikan gambaran konteksual hubungan surat-surat dalam al-Auran dengan tema kajian. Dia menyampaikan bahwa rangkaian surat ke 93,94, dan 95, yakni surat ad-Dhuha, Surat al-Insyirah, dan surat at-Tin menjadi inspirasi kajian hari ini.

“Peserta yang menghadiri kegiatan di waktu Dhuha, kemudian kita mohonkan kepada Allah diberikan kelapangan-kelapangan, supaya kita semua sampai pada surat ke-95—sesudah surat Al insyirah—yakni Surat at-Tin,” demikian Saad memaparkan.

Dia berkelakar, dari kajian ini diharapkan membawa berkah, hasil atau buah yang dilambangkan dengan at-Tin dan az-Zaitun di akhir sesi nanti (buka bersama).

“Hemat saya, ini bukan sebuah kebetulan, tetapi kita meyakininya sebagai bagian rancangan Allah untuk kita,“ kata Saad.

Tafsir Al-Insyirah Menurut At-Tabari

Dalam sambutannya Saad memberikan penjelasan singkat makna ayat demi ayat dari Surat al-Insyirah berdasarkan kitab Tafsir at-Thabari.

Ayat pertama, أَلَمْ نَشْرَحْ لَكَ صَدْرَكَ yang artinya, bukankan kami telah melapangkan dadamu (Muhammad). Menurut Sa’ad dalam Tafsir at-Thabari disebutkan makna نَشْرَحْ di situ yang masdar-nya adalah syarhun. Maka asy-syarhu diberi makna syarhun ilal huda wal iman atau ilal iman wal huda.

Sedangkan لَكَ صَدْرَكَ selain berarti dada Nabi Muhammad SAW juga bisa menunjukkan makna sebagai pusat. Yang dalam konteks ini diungkapkannya lebih bermakna sebagai mindset atau pola pikir otak kita sebagai manusia. “Karena otak adalah pusat dari eksistensi kita,” ujarnya.

Saad mengatakan, dia banyak mengutip tafsir At Thabari karena untuk memulai analisis terhadap ayat-ayat al-Quran, sebaiknya berangkat dari bagaimana al-Quran itu dipahami oleh generasi awal: oleh nabi, oleh sahabat-sahabat, dan oleh para tabi’in.

Makna Tersembunyi Perintah Bersukur

Saad menyebutkan bahwa seluruh bagian Surat al-Insyirah itu, intinya Allah mengajarkan pada Nabi Muhammad untuk senantiasa bersyukur karena Allah telah melapangkan dada nabi.

Allah melapangkan mindset Rasulullah atas segala kesulitan yang dialaminya di Kota Mekah. Berupa rintangan, gangguan, pengusiran, boikot dan lainnya. Hal tersebut sungguh berat bagi Rasulullah, namun begitu Allah melapangkannya, maka semua dapat dilalui.

“Maka surat al-Insyirah mempunyai sesuatu yang tersembunyi yang ditujukan kepada Nabi kita agar beliau bersyukur, bersyukur, dan beryukur kepada Allah. Kalau nabi kita saja diperintahkan seperti itu, maka kita sebagai umatnya harus jauh lebih banyak lagi bersyukur,“ tutur Saad.

Pada ayat kedua, ketiga, dan keempat: “وَوَضَعْنَا عَنْكَ وِزْرَكَ (dan Kami pun telah menurunkan bebanmu darimu, الَّذِي أَنْقَضَ ظَهْرَكَ (yang memberatkan punggungmu), وَرَفَعْنَا لَكَ ذِكْرَكَ (dan Kami tinggikan sebutan (nama)mu bagimu; bahwa Allah telah mengampuni segala kesalahan kesalahan nabi di masa lalu.

Menginjak pada ayat kelima dan keenam: فَإِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا (maka sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan) dan إِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا (sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan) Saad mengatakan, kedua ayat di atas menjadi kabar gembira yang disampaikan nabi kepada para sahabatnya. Bahwa kemudahan yang diberikan Allah akan melebihi kesulitan yang ada.

Tiga Makna

Untuk ayat ke-7 dan ke-8: فَإِذَا فَرَغْتَ فَانْصَبْ (maka apabila engkau telah selesai (dari sesuatu urusan), tetaplah bekerja keras (untuk urusan yang lain) dan وَإِلَىٰ رَبِّكَ فَارْغَبْ (dan hanya kepada Tuhanmulah engkau berharap); Saad menyampaikan bahwa ada tiga pandangan makna ayat di atas dalam Tafsir at-Thabari. Pertama. ketika selesai menunaikan shalat, maka teruskanlah dengan berdoa, menyandarkan segenap urusan pribadi dan hajat bersama termasuk hajat tujuan organisani hanya kepada Allah. “Intinya urusan personal dan organisasi kita sandarkan pada Allah,” ujarnya.

Kedua, jika engkau selesai berperang lanjutkan dengan ibadah, shalat, dan doa. Ketiga, jika telah selesai urusan duniawi, lanjutkan dengan ibadah.

Saad menegaskan penting untuk menjaga keseimbangan antara urusan dunia dan akhirat, antara pemenuhan kebutuhan duniawi dengan ibadah. Agar segenap aktivitas bisa memiliki nilai tambah kebaikan dengan menyandarkan segenap harapan setelah ikhtiar, hanya kepada Allah semata.

“Demikianlah pemahaman generasi awal tentang al-Insyirah,” ujarnya. Saad menutup sambutannya dengan harapan Ketua Umum PP Muhammadiyah Prof Haedar Nasir yang hari itu menjadi keynote speaker akan mengembangkan dan menafsirkan lebih lanjut konteks al-Insyirah untuk memicu dan memacu perkembangan gerakan Muhammadiyah di masa kini dan masa mendatang. (*)

Sumber dari : pwmu.co 5 April 2022

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top
0 Shares
Tweet
Share
Pin
Share