Cara Membayar Fidyah, Boleh dengan Uang atau Harus Makanan Pokok?

PWMU.COFidyah (penulisan yang benar menurut menurut KBBI: fidiah) merupakan satu di antara rukhshah (keringanan) yang diberikan oleh Allah kepada umat Islam yang tidak mampu melaksanakan puasa.

Penyebabnya, dikarenakan kondisi lemah yang tidak mungkin meng-qadhapuasanya setelah Ramadhan dengan mengganti memberi makan satu orang miskin.

Hal ini sebagai pelaksanaan dari firman Allah SWT dalam al-Baqarah ayat 184:

وَعَلَى الَّذِيْنَ يُطِيْقُوْنَهٗ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِيْنٍۗ

“… Dan bagi orang yang berat menjalankannya, wajib membayar fidyah, yaitu memberi makan seorang miskin …”

Rukhshah merupakan suatu ketentuan Allah yang merepresentasikan Islam sebagai agama yang memiliki prinsip taysiir (memudahkan). Sebagaimana firman Allah yang mengiringi ketentuan qadha puasa dan fidiah di dalam al-Baqarah ayat 185:

يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلاَ يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ

“… Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu …”

Adapun yang dimaksud dengan orang yang berat menjalankan puasa di antaranya ialah orang yang tua renta, orang dengan sakit menahun yang diperkirakan tidak akan sembuh, wanita hamil dan wanita menyusui.

Hal ini berdasarkan tafsir para ulama ahli hadis, di antaranya adalah perkataan Ibnu Abbas:

وعن عطاء سمع ابن عباس يقرأ { وعلى الذين يطيقونه فدية طعام مسكين } قال ابن عباس : ليست بمنسوخة للشيخ الكبير والمرأة الكبيرة لا يستطيعان أن يصوما فيطعمان مكان كل يوم مسكينا . رواه البخاري

Dan dari Atha’ dia mendengar Ibnu Abbas membaca “وَعَلَى الَّذِيْنَ يُطِيْقُوْنَهٗ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِيْنٍۗ”( Dan bagi orang yang berat menjalankannya, wajib membayar fidyah, yaitu memberi makan seorang miskin). Ibnu Abbas berkata: ayat tersebut tidak di-nasakh untuk orang yang tua renta baik laki-laki maupun perempuan yang tidak mampu berpuasa, maka mereka memberi makan setiap hari satu orang miskin. (Imam Muhammad bin Ali Asy-Syaukani, Kitab Nailul Authar, Bab Puasa, sumber: https://islamweb.net).

Artinya orang tua renta termasuk dalam kategori orang yang berat menjalankan puasa dan diberi keringanan untuk meninggalkan puasa dengan membayar fidyah.

Ada juga hadis Nabi SAW:

عَنْ أَنَسِ ابْنِ مَالِكِ الْكَعْبِيّ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ ﷺ قَالَ إِنَّ اللهَ عزّ و جلّ وَضَعَ عَنِ الْمُسَافِرِ الصَّوْمَ وَشَطْرَ الصَّلاَةِ وَعَنِ الْحَامِلِ أَوِ الْمُرْضِعِ الصَّوْمَ [رواه الخمسة].

Artinya: “Diriwayatkan dari Anas Ibnu Malik al-Ka’bi bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Sesungguhnya Allah Yang Maha Perkasa dan Maha Mulia telah membebaskan puasa dan separuh shalat bagi orang yang bepergian, dan membebaskan pula dari puasa orang hamil dan orang yang menyusui” (HR lima ahli hadis).

Bolehkan Dirupakan Uang?

Terkait pembayaran fidiah haruskah dalam bentuk makanan ataukah boleh dalam bentuk uang?

Pada dasarnya kata tha’am dalam ayat di atas (al-Baqarah 185) mengandung dua makna, yaitu makanan siap santap dan makanan mentah.

Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Prof Syamsul Anwar dalam bukunya Fatwa Ramadan Jawaban atas Sejumlah Masalah Seputar Puasa di Bulan Suci (Yogyakarta: IB Pustaka, 2021, dengan mengutip dua hadis yang berbeda, di mana hadis pertama (hadis riwayat Muslim Nomer 105) mengindikasikan bahwa kata tha’am diartikan sebagai makanan siap santap.

Sedangkan hadis kedua (hadis riwayat Ibnu Majah Nomor 2224) kata tha’amdiartikan sebagai bahan makanan mentah. Atas keumuman makna tha’am inilah pembayaran fidiah boleh dengan makanan mentah.

Selanjutnya pembayaran fidiah dengan uang menurut beberapa pendapat, termasuk Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, dianggap bisa diterima dan menjadi pertimbangan yang rajih (kuat).

Hal ini karena dilihat dari segi sifat likuid dari uang sehingga lebih luwes dapat digunakan untuk kebutuhan yang diprioritaskan oleh orang miskin baik untuk membeli keperluan makannya atau yang selainnya apabila orang miskin tersebut dari segi makanan sudah cukup terpenuhi. Dengan demikian fidiah dengan uang bisa lebih luas dirasakan kebermanfaatan oleh orang miskin yang menerimanya.

Wallahu a’lam bish shawab. (*)

Ustadzah Ain Nurwindasari SThI, MIRKH adalah guru Al-Islam dan Kemuhammadiyahan SMP Muhammadiyah 12 GKB Gresik; Anggota Majelis Tabligh Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDA) Gresik; alumnus Pendidikan Ulama Tarjih Muhammadiyah (PUTM) PP Muhammadiyah dan International Islamic University of Malaysia (IIUM).

Sumber dari : pwmu.co 30 Maret 2022

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top
0 Shares
Tweet
Share
Pin
Share